Sabtu, 05 Mei 2012

Teknologi Gasifikasi Sekam

Menurut catatan yang diperoleh oleh Mahin (1986), teknologi gasifikasi sekam sudah digunakan pada sekitar tahun 1910. Disebutkan bahwa pada tahun tersebut sudah ada perusahaan yang mengiklankan gasifikasi sekam untuk menjalankan motor bakar 120 hp. Setidaknya pada kurun pertengahan pertama abad 20 yang lalu terdapat perusahaan yang membuat sistem penggas sekam yang berasal dari Italia dan Inggris. Sebuah artikel yang muncul pada tahun 1911 menyebutkan adanya perangkat gasifikasi sekam dengan merek Balestra yang berasal dari Italia. Tipe reaktor yang digunakan pada saat tersebut adalah alir atas.

Italia termasuk negara yang memiliki sejarah pengembangan penggas sekam yang cukup lama dikarenakan negara tersebut adalah salah satu negara Eropa yang secara tradisional membudidayakan pertanaman padi yang cukup luas. Mahin (1982) menyebutkan sistem penggas sekam telah berkembang secara luas pada kurun antara tahun 1915 – 1945. Pada waktu Perang Dunia II, di kota Vercelli, digunakan gas sekam sebagai campuran gas batubara untuk pasokan gas kota. Selain itu terdapat beberapa penggilingan padi yang menjual gas sekam dalam tabung bertekanan 200 atm untuk keperluan bahan bakar truk (Beagle, 1978). Di sekitar kurun waktu Perang Dunia II, terdapat 57 penggilingan padi di Italia yang menggunakan sistem penggas sekam (Beagle, 1978). Salah satu di antara perangkat penggas sekam tersebut dipasang di Montecillo, Italia pada tahun 1940 dan masih digunakan sampai tahun 1975 (Beagle, 1978; Mahin, 1986).

Gasifikasi Skala Kecil

Sebagai ukuran kualitatif, istilah skala kecil memiliki makna yang yang longgar. Untuk pembangkitan daya, ukuran yang masih dianggap kecil adalah keluaran daya di bawah 20 MW listrik (Purvis dan Craig 2000). Sedangkan Anonim (2000) mendefinisikan ukuran kecil untuk biopower adalah dengan batas 5 MW. Demikian juga Anonim (2009) membatasi ukuran kecil dengan batas 5 MW bahan bakar. Di lain pihak, Brandin et al (2011) mendefiniskan skala kecil adalah untuk ukuran sampai 10 MW. Namun untuk gasifikasi biomas, nampaknya ukuran tersebut terlalu besar, sehingga beberapa pustaka memasukkan reaktor dengan daya dalam satuan MW sebagai ukuran besar. Misalnya Anonim (2006) menyebutkan reaktor gasifikasi di Varnamo, Swedia, dengan ukuran 6 MWe / 9 MWh sebagai gasifikasi ukuran besar. Kebanyakan pustaka menggunakan istilah skala kecil adalah untuk ukuran keluaran daya dalam satuan kW. Misalnya Chawdhury dan Mahkamov (2011) menggunakan istilah tersebut untuk sistem gasifikasi dengan ukuran 6 – 7 kW. Sementara itu, Wander et al (2004) menggunakan istilah skala kecil untuk gasifikasi dengan kapasitas umpan 12 kg/jam. Dong et al (2009) memberi batasan 100 kW untuk ukuran kecil sedangkan untuk ukuran di bawah 15 kW dinamakan ukuran mikro. Kaupp dan Goss (1983) menyebutkan ukuran 5 – 100 hp sebagai ukuran kecil dan 200 hp sebagai ukuran besar. Larson (1991) memberi batas ukuran kecil ialah untuk gasifikasi biomas dengan umpan energi sampai 2 GJ per jam atau setara dengan 100 kg biomas kering per jam.

Gasifikasi Biomas

Gasifikasi Biomas

Gasifikasi biomas merupakan proses konversi secara termo-kimia bahan biomas padat menjadi bahan gas. Rajvanshi (1986) mendefinisikan gasifikasi biomas sebagai pembakaran biomas tidak selesai yang menghasilkan gas bakar yang terdiri dari karbon monoxida (CO), Hidrogen (H2)and sedikit metana (CH4). Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa pada suhu sekitar 150 – 900°C, diikuti oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900 – 1400°C, serta proses reduksi pada suhu 600 – 900°C (Abdullah, et al 1998). Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi berlangsung dalam keadaan kekurangan oksigen. Dengan kata lain, gasifikasi biomas boleh dipahami sebagai reaksi oksidasi parsial biomas menghasilkan campuran gas yang masih dapat dioksidasi lebih lanjut (bersifat bahan bakar).

Teknologi Gasifikasi

Setidaknya ada 3 tingkatan pengertian istilah gasifikasi. Pada pengertiannya yang paling luas, gasifikasi adalah istilah yang diberikan untuk proses perlakuan terhadap bahan bakar yang memberikan hasil akhir berupa gas yang masih bisa digunakan sebagai bahan bakar (Higman dan Burgt, 2008). Pada pengertian ini tercakup juga proses fermentasi anaerob dari biomas menghasilkan gas metana. Pada pengertian yang lebih sempit, gasifikasi adalah proses pengubahan bahan bakar menjadi bentuk gas dengan cara pemanasan (secara termokimia). Proses ini masih mencakup gasifikasi dan pirolisa. Proses gasifikasi adalah salah satu varian dari proses pirolisa yaitu pemecahan molekul bahan bakar padat menjadi senyawa yang lebih sederhana karena pemanasan. Pada perkembangannya istilah pirolisa lebih dikhususkan untuk pengubahan bahan bakar padat menjadi senyawa yang lebih sederhana tanpa adanya reaksi dengan oksigen, sedang gasifikasi adalah proses pengubahan bahan bakar padat menjadi gas dengan cara oksidasi parsial.

Sekam Sebagai Sumber Energi

Sekam Padi

Sekam adalah nama yang diberikan untuk bagian terluar bulir padi yang sudah terpisah dari isinya. Sekam merupakan hasil samping yang diperoleh dari proses pemberasan. Pemberasan ialah proses mengupas gabah dengan hasil berupa beras pecah kulit dan sekam yang sudah terpisah sendiri-sendiri. Dalam praktek istilah sekam meliputi kulit gabah yang berasal dari pengupasan bulir gabah isi maupun yang berasal dari gabah hampa yang sejak semula tidak ada isinya.

Komponen utama pembentuk sekam adalah selulosa. Pengukuran komposisi kimia sekam oleh Kim dan Eom (2001) memberikan hasil berupa air 5%, lignin 21,6%, holoselulosa 60,8% dan abu 12,6%. Nilai energi sekam sekitar 3000 kcal per kilogramnya. Untuk menghasilkan pembakaran sempurna sekam, tiap kg sekam membutuhkan kira-kira 4.7 kg udara.

Sabtu, 08 November 2008

Teknologi Gasifikasi Biomas

oleh: Ir. Tasliman,M.Eng

Pengantar


Teknologi gasifikasi sebagai salah satu teknologi konversi energi biomas saat ini masih sangat terbatas perkembangannya di Indonesia. Penelitian mengenai gasifikasi biomas juga masih sangat sedikit dilakukan. Padahal teknologi tersebut menghasilkan bahan bakar gas yang sangat fleksibel penggunaannya.

Pendahuluan


Ketika konsumsi domestik bahan bakar minyak terus meningkat sehingga membawa Indonesia menjadi net oil importer, substitusi ke energi non fosil dengan memanfaatkan sumber energi alternatif secara lebih efisien dan menggunakan teknologi yang lebih modern merupakan salah satu langkah yang niscaya.

Selasa, 10 April 2007

TUNGKU HEMAT ENERGI dari PONDIDAHA

Oleh: Munsir Salam
Infomobilizer Telecenter Lapulu Kondisi sulit terkadang
membuat orang melakukan hal-hal yang kreatif untuk tetap
survive dan untuk mengatasi persoalan. Kondisi sulit juga
menjadi peluang usaha bagi orang-orang yang jeli
melihatnya sebagai peluang. Ungkapan ini mungkin pantas
diberikan kepada warga Desa Pondidaha, Kabupaten Konawe,
Propinsi Sulawesi Tenggara.


Ide ini muncul saat saya dalam perjalanan dari Kendari ke
Konawe pada awal Agustus lalu. Di tengah perjalanan saya
mampir disebuah kawasan peristirahatan yang menyajikan
jagung rebus dan kopi hangat. Tempat ini sudah cukup
populer bagi para pengendara yang melintasi jalur Kendari
– Konawe yang berjarak kurang lebih 60 kilometer. Tempat
ini mirip seperti beberapa tempat peristirahatan yang saya
lihat di jalur tol Cipularang pada saat saya melakukan
perjalanan dari Jakarta ke Bandung beberapa waktu yang
lalu.


Di Pinggiran Jakarta, Ibu Rumah Tangga Mulai Cari Kayu Bakar

Sabtu, 08 Oktober 2005, 17:03 WIB
Bekasi, Sabtu
Sejumlah ibu rumah tangga di pinggiran Jakarta mulai
mencari kayu bakar sebagai alternatif pengganti bahan
bakar untuk memasak, menyusul mahalnya harga minyak tanah
per liter mulai 1 Oktober 2005. Minyak tanah yang tadinya
satu liter cuma Rp700 kini menjadi Rp2000.

Beberapa ibu rumah tangga di daerah Pondok Benda,
Jatiasih, Kabupaten Bekasi, Sabtu (8/10), misalnya, tampak
sedang mencari kayu bakar di pekarangan kosong di sekitar
rumah mereka atau di komplek-komplek perumahan yang sedang
dibangun.Keberadaan lahan atau pekarangan kosong tersebut
cukup membantu ibu-ibu rumah tangga itu untuk mencari
bahan bakar kayu.

Biomas, Kompor Berbahan Bakar Serbuk Tumbuhan

Laporan Wartawan Kompas Siwi Nurbiajanti

BREBES, KOMPAS - Serbuk tumbuhan, seperti sisa gergaji
kayu dan sekam, selama ini lebih sering hanya dijadikan
sebagai sampah. Namun saat ini, barang sisa tersebut dapat
digunakan sebagai salah satu bahan bakar alternatif, untuk
menggantikan minyak tanah dan gas yang semakin mahal.

Pemanfaatan serbuk tumbuhan, seperti sisa gergaji kayu dan
sekam sebagai bahan bakar kompor, ditemukan oleh Ahmad
Sucipto (33), warga Desa Sutamaja, Kecamatan Kersana,
Kabupaten Brebes. Kompor dengan bahan bakar serbuk gergaji
kayu dan sekam padi diberinya nama biomas. Biomas
diartikan sebagai memasak menggunakan tumbuh-tumbuhan.

”Tungku Sulistio” Bebaskan Sampah

Pikiran Rakyat Bandung
Selasa, 16 Mei 2006

"Tungku Sulistio" Bebaskan Sampah

BANDUNG, (PR).-

Ketika kawasan lain di Kota Bandung dipusingkan dengan
persoalan sampah yang menggunung, warga Kel. Margasenang,
Kec. Margacinta, boleh bernapas lega. Paling tidak, mesin
pembakar sampah karya Ir. Sulistio mampu mengatasi
permasalahan sampah. Ditargetkan, dalam satu bulan, Kec.
Margacinta mampu mengatasi masalah sampah produksi rumah
tangga.

Custom Search